# BAB 7

Di belakang halaman villa itu ramai sekali orang. Ada yang tertawa, ada yang main kejar-kejaran, ada yang sibuk memanggang jagung, mengolesi jagung dengan blueband. Hanya Gilang yang duduk di bawah pohon. Menghadap hamparan teh dan kopi di depannya. Sambil menyibukkan dengan Handphonenya. Melihat photo-photo yang baru ia ambil tadi sore. Sambil tertawa-tawa kecil Gilang melihatnya. Gambar Alzura semuanya. Dari ekspresi yang kalem sampai urakan ia punya. Gilang menengok ke arah belakang. Diantara semua orang yang sedang berkumpul tertawa-tawa tidak ada Alzura. Kemana orang itu? Pikirnya. Tio menghampiri Gilang sambil membawa jagung.

“kak Gilang, jagungnya enak lho.”

“tio aja makan. Kak Gilang nggak mau.”

“oooh yaudah.”kata Tio sambil memakan jagung itu dan duduk di samping Gilang. “kak Gilang, masa’ kak Alzura sakit coba. Cemen banget nggak sih. Masa’ perjalanan segitu doank sakit. Tio aja nggak pernah. Ya kan kak Gilang?”

“ia.” Singkat Gilang sambil mengelus-ngelus kepala Tio.
Badan Alzura sudah agak mendingan. Ia terbangun karena mendengar suara Oxygen-nya Colbie colliat berbunyi. Alzura mencari handphonenya di meja kecil samping tempat tidurnya. ibunya menelpon.

“halo bu.”

“alzura, kamu sakit ya?” terdengar suara ibunya yang khawatir.

“tadinya bu
. Tapi udah agak mendingan. Gimana kabarnya bu?

 “baik Al. Kamu udah minum obat?”

 “udah bu.”

“kamu nggak nyusahin tante Ardi kan?”

“ya nggaklah bu. Alzura juga nyadri.”

“tadi ibu telepon ke rumah tante Ardi, tapi koq nggak ada yang ngangkat. Kamu sendirian di rumah?”

“yaiyalah nggak diangkat. Keluarga ArdiMartagama lagi ngumpul di puncak. Alzura diajak bu.”

“ooohh. Jadi sekarang kamu di puncak?”

“iya bu.”

“jangan selalu ikut ke acara keluarga martagama al. Nggak enak. Lagian juga bentar lagi UN. Kamu mestinya belajar. yaudah, salam saja buat tante dan om ardi. Jangan lupa dengan kesehatan ya Alzura. Bentar lagi kamu UAN. Jangan lupa belajar.”

“iya ibu. Alzura lagi refreshing aja.”

“selalu. Assalamualaikum.” Selalu? Kenapa ibu berkata seperti itu. Alzura tidak mengerti.
Alzura yang tidak bisa tidur lagi langsung mengenakan sweaternya. Alzura memang tidak bisa  diam saja di kamar kalau sedang sakit. Pasti ia ingin jalan-jalan dan melakukan suatu hal yang seru. Alzura keluar kamar mengenakan celana skiny, baju panjang warna biru bergambar power puffgirl dan sweater abu-abu. Ia memakai sandal yang sudah disiapkan di villa ini. Ia berjalan menuju halaman belakang. Melewati ruangan-ruangan yang agak gelap. Ia pun berjalan cepat melewati ruangan-ruangan itu. Tetapi tak kunjung sampai ke halaman belakang. Alzura pun sedikit ketakutan. Tapi Alzura selalu menenangkan hati dan pikirannya. Alzura berjalan lebih cepat lagi. BUG!

“astagfirullah alaziim.” Kata Alzura refleks. Seorang cowok di hadapannya. Bukan hantu, bukan juga setan.

“maaf-maaf. Nggak sengaja.” Kata Andi. Anak kedua tante Agustin yang baru dikenalkan tadi pagi. Tetapi Alzura hanya melihatnya dengan tampang keheranan. Lalu Andi pun sadar, cewek dihadapannya melihatnya dengan ekspresi ketakutan. “gw manusia lho.bukan setan.”

“ tahu koq.”kata Alzura sewot. Seakan-akan Alzura takut hantu.

“trus, kenapa ngeliatinnya seperti itu?”

“masih deg-degan aja lewat koridor itu. Banyak banget ruangannya. Remang-remang lagi.” Kata Alzura sambil menunjuk kearah tadi ia berjalan cepat.

“elu takut hantu ya?” pertanyaan itu membuat Alzura terpojokkan.

“biasa aja tuh.” Kata Alzura tidak mau berkata jujur bahwa ia sebenarnya takut di tempat gelap dan sendirian. Andi hanya tersenyum jahil.

“masih ingat aku?”Andi pun mengalihkan pembicaraan. Alzura  berusaha mengingat-ngingat cowok dihadapannya.

“Andi kan?” kata Alzura ragu-ragu. Karena wajah anak tante Agustin keduanya hampir mirip. Ganteng, tinggi, dan sangat bermode. “eh bukan deh. Mas Rian kan?” kata Alzura ragu-ragu.

“benar yang pertama. Aku Andi. Yah, kata orang-orang sih agak mirip. Tapi menurutku nggak ah. Mungkin kamu baru pertama kali ngliat aku. Jadinya susah membedakan mana Rian mana Andi.”

“kalian saudara kembar ya?”

“nggaklah. Mas Rian 2 tahun lebih tua dari aku. Sekarang dia kuliah semester 4 di UNJ jurusan Ekonomi bisnis.”

“ooohhh. Eh, kita ikut kesana yuk. Jangan disini terus. Merinding gw.”tunjuk alzura kearah orang-orang yang sedang memanggang jagung.
Andi dan Alzura berjalan menuju keramaian. Andi mengambil 2 jagung dan mengolesinya dengan margarin. Alzura ikutan memanggang jagung bersama keluarga ArdiMartagama yang lainnya. Alzura benar-benar tidak habis pikir. Keluarga Ardi berparas cantik dan tampan semuanya.  Lamunannya membuat jagung yang alzura olesi margarin itu sangat kebanyakan.

“Kak Alzura. Margarinnya belepotan tuh.” Kata Fia menyadarkan lamunannya. Gilang yang duduk di ujung sana refleks menengok kearah suara itu. Alzura sudah bangun. Pikirnya. Gilang melihat Andi bersama Alzura sedang memanggang jagung sambil bercerita. Tapi gilang hanya menarik nafas lalu menghadap ke arah perkebunan teh dan kopi itu lagi.

“tinggal 1 bulan lagi.huuufft” kata Gilang berbicara dengan dirinya sendiri. Kenapa tiba-tiba memikirkan 1 bulan lagi. Gilang tidak tahu apa maksudnya berbicara seperti itu.

“mas Rian, Kak Alzura mau coca-cola tuh. Mas Rian jangan minum sendirian donk.” Suara Fia yang cempreng membuyarkan lamunan Gilang. Gilang beranjak dari tempat duduk itu lalu berjalan melewati orang-orang yang sedang tertawa-tawa dan memanggang jagung.

“Lang! Gag mau jagung?” tanya rian. Anak pertama dari kakak om Ardi. setelah Gilang sudah melewati tempat mereka berkumpul-kumpul.

“nggak mas.makasih.” singkat Gilang lalu pergi ke dalam villa itu.

“kalau lagi nggak mood gitu tuh gilang. Nggak mau kumpul-kumpul. Dieeem ajah.” Kata Andi sambil memakan jagung.

“mas Gilang mah emang kayak gitu. Nggak usah diganggu. Ntar malah di jutekin. Iihhh serem.” Kata Kira yang baru datang itu sambil sok-sokkan bergidik.Kira anak ketiga dari orangtua yang ayahnya anak terakhir keluarga ArdiMartagama. Yang menikah dengan wanita keturunan Jepang. Alhasil semua nama anaknya seperti nama orang jepang. Nggak Cuma nama. Wajah pun hampir ke jepang. Walaupun indonesianya masih kelihatan.

“eeh, ada siapa nih?kenalin, namaku Kira.” Kata kira sambil menyalami Alzura. Dan alzura menyebutkan namanya.

“yang mas Andi ceritain itu loh.” Kata Andi ke Kira.

“dasar Gilang! Dari SD nggak pernah berubah tuh anak.” Rian menimpali. Alzura yang hanya menjadi pendengar keluarga ArdiMartagama itu hanya diam saja. Tidak tahu harus berkomentar apa. Apakah mungkin sekarang Gilang sedang ada masalah. Kenapa dia diam saja semenjak pulang dari Stadiun itu tadi sore. Alzura tidak tahu apa yang mesti ia lakukan.

“Alzura, tambah lagi nggak jagungnya?” tanya mas Rian.

“nggak mas.cukup.udah eneg.”

“kamu satu sekolah sama Gilang kan?”

“iya mas.kenapa?”

“satu kelas juga?”

“gag. Alzura di kelas IPA C.”

“waah. Rada deket itu sama kelasnya mas Gilang. Koq kak Alzura nggak mau nyusul?” kata Kira ikutan.

“pengennya sih. Cuma kan udah semester terakhir. Udah nggak ada perpindahan kelas lagi Kir.”

“oohh iya-ya. Mas Rian tuh dulu kelas akhir lho. Tapi dia bisa masuk UNJ. Nggak pakai cara lewat belakang. Keren kan?” kata Kira memuji Rian.

“yeee..malahan ngomongin mas. Alzura mau nerusin dimana?UNJ aja Al.” tanya Rian.

“jangan mau Al. Di UI aja bareng gw.” Kata Andi tidak mau kalah.

“mending diterima. Udah kePD-an aja mas Andi.” Kira menimpali perkataan Andi.

“Alzura kuliah di jogja. Ikut kak Opi sama kak Faisal.”

“jogja? Jauh amat Al.”kira kaget mendengar Alzura ingin kuliah di jogja. “kenapa nggak dijakarta?”

“ya ampun kir, sekarang aja aku udah diungsiin ke rumahnya Gilang. Terus aku mau dimana coba pas kuliah.” Jelas Alzura ke saudara sepupu Gilang itu.

“ya nge-koslah Al.” Jawab Andi.

“kalau boleh nge-kos juga aku nggak bakalan dititipin ke rumahnya Gilang. “

“oohh.. kita nggak bakalan ketemu alzura lagi donk pas tahun SMA selesai.” Rian agak kecewa.

“ya, ntar aku yang main ke jakarta.” Kata Alzura ceria.

“siiiplaah..itu bisa diatur.”kata Kira begaya seperti orang dewasa. Semuanya pun langsung mengacak-acak rambut anak 3 SMP itu. Alzura ikutan mereka.

“mas, Alzura kamar mandi dulu ya.” Kata Alzura menepuk bahu Rian.

“koq mas Rian doank.” Rengek Kira.

“yaudah, kira, andi,fia, tio semuanya. Alzura mau kamar mandi dulu ya.”

“ati-ati ya kak Alzura.”

Alzura berjalan sambil memikirkan keluarga Martagama yang sangat harmonis. Tidak ada yang mencemooh. Semua mendukung. Menjaga perasaan masing-masing. Alzura melewati kamar Gilang. Terlihat Gilang sedang berdiri di depan jendela yang menghadap ke halaman belakang. Alzura berdiri di depan pintu kamarnya. bingung. Apa yang harus dibicarakan kepada gilang mumpung ada kesempatan. Disaat orang-orang tidak ada. Alzura tidak akan malu jika Gilang menjutekkannya atau menggondokkannya. Tapi yang ada Alzura hanya berdiri di depan pintu seperti patung.

“ngapain?”Gilang sudah berada berdiri dihadapannya.

“eh itu. Itu, eee...anu..” kata Alzura salah tingkah. sambil tangannya menunjuk-nunjuk ke arah yang tidak jelas.

“kenapa?”tanya gilang lagi.

“kenapa dari tadi diam aja?” tidak sadar Alzura melontarkan pertanyaan seperti itu.
Terdengar suara ramai-ramai menuju koridor dekat kamar Gilang. Alzura pun langsung panik. Bingung ingin jalan kemana. Gilang yang sedari tadi diam saja langsung menarik Alzura kedalam kamarnya. menutup pintu kamarnya. dan mematikan lampu.Gilang tidak mau dilihat saudara sepupunya sedang berbicara dengan Alzura di depan kamarnya. Alzura yang sangat takut gelap itu memegang baju Gilang. Gilang mendengar Alzura berkata bisik-bisik hasbiallah.dan memegang baju Gilang lebih erat lagi. Seperti tidak mau kehilangan. Setelah suara-suara itu tidak ada, Gilang menyalakan lampu kamarnya. dan melihat Alzura yang sedang memejamkan matanya. Lalu pelan-pelan membuka matanya.

“kamu takut gelap ya?” tembak Gilang kepada Alzura yang masih memegangi baju Gilang.

“nggak!”kata alzura cepat lalu membuka pintu kamar Gilang dan pergi dari sana.
Gilang yang melihat ekspresi Alzura yang ketakutan dan mengeluarkan keringat dingin seperti itu langsung tersenyum-senyum. Tak lama kemudian pintu kamarnya terbuka lagi. Gilang hanya melihatnya dan memperlihatkan wajah seakan-akan bertanya ‘kenapa?’

“lang, anterin aku kekamar yuk.” Gilang yang mendengar kata-kata Alzura langsung mengernyitkan dahinya. Gilang pun hanya duduk di kasurnya. Lalu membuka handphonenya.

“yaudah kalau nggak mau. Bilang! Jangan diam aja.” Kata Alzura sambil berjalan pergi dari depan pintu kamar Gilang. Berusaha tidak memikirkan hal-hal aneh sepanjang koridor.
Gilang pun cepat-cepat mengambil jaketnya. Lalu menyusul Alzura yang sudah berjalan duluan. Alzura kaget karena sudah ada gilang di sampingnya. Alzura senang. Tapi Alzura diam saja.
Mereka jalan berdua di villa itu menuju kamar Alzura. Hanya diam saja. Hening tidak ada suara kecuali jangkrik-jangkrik malam yang saling bersahutan dengan suara kodok. Keadaan yang lembab bekas hujan tadi sore masih terasa. Gilang yang melihat tingkah laku Alzura yang sangat ketakutan itu ikutan ngeri. Kenapa dengan dia. Memangnya villa ini berhantu. Pikirnya. Gilang tidak bisa menahan ketawanya. Tapi dia hanya tertawa kecil. Sampai di depan kamar Alzura, Gilang pun langsung pergi.

“lang, koq balik?” kata Alzura dengan nada cemas.

“emangnya aku mau tidur juga dikamar kamu?”

“aku mau tidur di kamar kira. Tapi kalau kamu mau, tidur aja dikamarku.” Gilang yang salah menyangka itu langsung gondok. Dan lalu jalan lagi bersama Alzura menuju kamar kira.
Tok-tok-tok.

“siapa?”

“Alzura, kir.” Kata Alzura. Mereka menunggu kira yang sedang berjalan menuju pintu. Alzura melihat gilang bersandar di tembok samping pintu kamar Kira sambil memasukan tangannya kedalam jaket. Terlihat tanpa ekspresi. Senang, sedih, ia pun tidak pernah tahu.
Pintu kamar itu pun terbuka. “kak Alzura kenapa malam-malam gini ke kamar Kira? Eh, ada mas Gilang juga. Kak Alzura takut ya sendirian?”

“kak Alzura tidur dikamar Kira ya. Kak Alzura nggak suka sendirian.”

“bener mau tidur sama Kira?”

“iya.”

“yaudah ayo masuk kak Alzura. Mas Gilang juga mau masuk?”

“emangnya mas Gilang takut.”kata Gilang sambil sekilas melihat alzura.seakan-akan menyindirnya secara tidak langsung. Dan meninggalkan mereka yang masih di depan pintu.

8 ♥ 

Amy Baidi

My name is Ummi Santria, I'm full time teacher and part time blogger who lived in Yogyakarta. I try to stay close to what keeps I feeling alive

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thanks for stopping by