# BAB 6

“tante, alzura mau minta izin. Alzura mau nonton bola di GOR. Mungkin satu jam dari sini. Nanti sore alzura udah balik deh tante. Boleh ya.” Jelas Alzura dengan nada takut di tolak.tante Ardi hanya menghela nafas. Di ujung sana ada yang sedang memerhatikan Alzura yang sedang berbicara dengan tante Ardi.

“yaudah. Kalian berangkat kapan? Sekarang? ” Gilang yang di ujung sana langsung kaget mendengar mamanya berbicara seperti itu.

“apa tante?” kata Alzura seperti salah dengar.

“kalian kan satu sekolah. Ini tanding bola antar sekolah kan? ” kata tante Ardi ke Alzura dan Gilang.

“iyalah tante.” Alzura pun menjawab.

“yaudah, berangkat sana.” Gilang pun langsung mengambil jaket dan kunci mobil.
Siang itu, matahari tepat di atas ubun-ubun. Panasnya terik matahari membuat silau mata. Mereka berdua pun berangkat menuju GOR. Mereka seperti patung yang bernafas. Ada tapi tidak berbicara sedikit pun. Gilang yang tidak tahu harus berbicara apa pun memilih untuk diam. Alzura pun juga hanya diam membisu. Alzura yang melepas sepatu-sendalnya lalu mengangkat kedua kakinya ke atas jok menghela nafas dalam-dalam sambil memalingkan wajahnya ke arah jendela. Gilang pun refleks bertanya.

“kenapa?” alzura kaget dan langsung menengok ke arah Gilang.

“kenapa?” Alzura mengulang kata-kata Gilang. Gilang hanya diam fokus kedepan. Rahangnya yang kuat membuat Alzura ingin memandanginya lebih dari beberapa detik ini. Alzura pun melihat ke arah jendela lagi. Alzura bingung dengan keadaan sepeti ini. Alzura selalu saja begini jika ia hanya berdua dengan Gilang. Dilain itu, Alzura senang. Tapi di lain itu juga, alzura tidak suka jika ia dalam keadaan diam membisu seperti ini. Karena ia tidak terbiasa diam.
Gilang yang menyetir dengan serius sebenarnya sadar kalau Alzura memerhatikannya sekilas. Gilang hanya tersenyum simpul. Tak lama kemudian, mobilnya memasuki parkiran SMAN 5. Gilang yang sedang mencari tempat parkiran itu sekilas melirik-lirik Alzura yang sedang memakai sepatu-sendalnya. Suasana parkiran SMAN 5 itu sangat ramai. Banyak sekali segerombolan anak SMAN 5 yang baru datang juga. Mereka pun turun dari mobil Xenia itu. HP Alzura pun berbunyi. Nada yang meng-sms.
Elo dimana Al?
Udah di parkiran neh. Elo dimana Da?
Gw di Tribun Al. Langsung kesini aja. Udah ada Jes ma yang lain.
Ho-oh.
Alzura yang asik membalas sms pun sadar Gilang tidak ada bersamanya. Ia pun langsung panik. ‘Gilang mana? Koq gw ditinggal sendiri. Di sekolah orang lagi.’ Alzura yang berusaha mencari Gilang sambil celingak-celinguk tidak bisa melihat Gilang sedang berada dimana. Alzura yang kebingungan pun langsung bertanya-tanya pada orang yang berada disekitarnya yang rata-rata anak SMAN 5. Tapi tidak satu pun yang tahu keberadaan Gilang. Sampai ada yang membicarakan Alzura dengan bisik-bisik. ‘masa temen sendiri kehilangan seh. Aneh-aneh aja....bla...bla...bla...’ Bodo amat dengan omongan orang. Pikir Alzura.
Gilang yang sedang berjalan menuju pintu tribun sambil meminum pepsi itu pun heran melihat Alzura yang masih di depan pintu masuk. Kaki Gilang pun menendang kaki Alzura pelan. Dan itu membuat Alzura mendongakkan kepalanya dan melihat Gilang yang sudah berada di hadapannya.

“koq masih disini?” tanya Gilang santai. Tak tahu saja daritadi Alzura seperti orang bego menanyakan Gilang kesetiap orang yang keluar-masuk tribun.  

“ini sepatu-sendal gw kelibet.” Kata Alzura ngasal.

“yaudah masuk.”kata Gilang singkat. Gilang meninggalkan Alzura yang masih duduk di samping pintu stadion. Dan Alzura menyusul Gilang masuk kedlam stadion. Alzura mencari-cari Nada, Jes dan teman-temannya yang lain. Tapi tak kunjung menemukannya. Sampai Alzura sadar ia memegang samping baju Gilang.

“ngapain sih pegang-pegang?” dengan refleks Alzura melepaskan tangannya. Lalu Alzura kembali sok-sokan mencari teman-temannya.
Akhirnya Alzura menemukan Nada, Jess dan teman yang lainnya. Alzura berjalan menuju menuju tempat mereka duduk. Gilang mengikuti Alzura berjalan menuju teman-temannya. Gilang hanya duduk sambil meminum pepsi sesekali. Melihat Alzura dan teman-temannya yang lain menyanyikan yel-yel. Bergerak kesana-kemari. Berteriak-teriak. Gilang hanya tidak habis pikir. Kenapa Alzura terlalu semangat menjadi supporter. Orang-orang memang semangat. Tapi pasti sesekali berhenti karena kecapekan. Tapi Alzura tetap saja bernyanyi tanpa lelah. Apakah Alzura memang punya semangat yang tinggi. Gilang pun hanya bergeleng-geleng sambil tersenyum kecil melihat Alzura.

“Al, gilang ngajak lu ya?” bisik nada.

“mimpi kaliii. Disuruh ma tante ardi ikut.”Alzura pun ikut berbisik juga.”mang kenapa da?” tanya Alzura.

“kirain gitu lu berdua udah ada chemistrynya gitu.” Kata nada dengan nada jahil.

“jangan ngaco lu! Gag mungkin da.” Gilang yang disampingnya merasa risih alzura bisik-bisik dengan nada dan Jess. Gilang pun beranjak dari tempat itu.
Alzura melihat Gilang pergi dari samping menuju pintu keluar. Mungkin gilang sangat bosan berada di tempat seperti ini. Karena setahu alzura, gilang tidak suka datang ketempat stadiun yang sangat ramai sekali. Kenapa Gilang tidak menolak suruhan mamanya untuk ikut bersama Alzura ke pertandingan bola ini.

“Al, kita menang! Ole-ole-ole!” kata nada membuyarkan pikiran Alzura tentang Gilang.

“yeeeee!!! Dikandang lawan SMA 5 harus menang!! Dikandang lawan, lawannya harus pulang!” supporter SMAN 5 pun langsung menyanyikan yel-yel mereka. Alzura, nada, Jess dan teman yang lainnya mengikuti nyanyian terakhir yang sangat menyindir lawannya.

“AL, LU PULANG BARENG GILANG?” kata nada berteriak. Karena suasana di tribun sangat ramai. Anak SMAN 5 masih bernyanyi atas kemenangannya. Dan sangat tidak memungkinnkan Nada untuk berbicara pelan.

“IYA DA, LU PULANG SAMA JESS?” tanya Alzura.

“IYA. KITA KELUAR YUK! BERISIK BANGET DISINI.” Alzura membalas mengangguk.
Hari semakin sore. Hujan rintik-rintik membasahi sekitar stadion. Jam menunjukan pukul 4 sore. Pertandingan bola pun usai. SMAN 5 menang 3-2. Anak SMAN 5 masih bersorak-sorai atas kemenangannya.
Gilang berdiri di samping pintu masuk. Bersandar di tembok sambil memegang botol aqua yang dingin. Sambil sesekali meminumnya. Orang-orang yang lewat depannya kadang-kadang berhenti sebentar. Terpana melihat sosok Gilang yang kaku, dingin dan acuh tak acuh. Gilang risih dilihat seperti itu. Gilang pun mengmbil Handphonenya dari kantong dan tak terpikirkan memencet nama ‘ G bodoh!’ yang tak lain adalah Alzura. Dan langsung memencet tombol merah dengan cepat. Kenapa Alzura yang ia telepon? Ia pun tidak sadar. Lama-lama ia kesal. Kenapa Alzura lama sekali keluar dari stadiun. Pikirnya kesal menunggu orang dan ada yang menunggunya dari kejauhan. Gilang tidak tahu siapa orang itu. Yang jelas tidak mungkin anak sekolahannya.
Alzura keluar dari stadion bersama Nada dan Jess sambil tertawa-tawa. Gilang yang melihatnya langsung mendatangi Alzura dan memegang pergelangan tangannya. Dan berjalan menuju parkiran. Alzura pun panik. Teman-temannya malah melambai-lambai ke arah Alzura.

“kenapa lang?” kata Alzura panik melihat Gilang yang agak kesal. Gilang hanya diam. Lama-kelamaan pegangannya mengendur. Alzura bingung dengan apa yang dilakukan Gilang terhadapnya. Kenapa Gilang memegang pergelangannya dengan kencang dan berjalan sangat tergesa-gesa.
Terlihat segerombolan wanita itu melihat Gilang memegang pergelangan Alzura dan langsung berkomentar panjang lebar. Tidak rela cowok temuan mereka ternyata sudah punya cewek. Mereka pun melihat mobil Xenia gilang melaju lewat hadapannya. Segerombolan cewek-cewek itu melambai-lambai kearah Gilang. Gilang hanya menengok sekilas tanpa ekspresi lewat kaca jendela mobilnya.
          Alzura melihat segerombolan cewek yang sedang melambai-lambai seperti kearahnya. Tapi Alzura hanya terlihat heran. Kenapa segerombolan cewek-cewek itu melambai-lambai. Di hanya menaik-turunkan bahunya.
          Alzura hanya melihat kearah kiri saja. Melihat pemandangan kota dan jalan-jalan yang di basahi hujan rintik-rintik. Alzura masih tidak mengerti kenapa tadi gilang berbuat seperti itu. Teman-temannya bukannya menolongnya malah melambai-lambai sambil tersenyum. Menyebalkan! Kata Alzura dalam hati. Gilang yang sedang menyetir sesekali melihat ke arah Alzura yang sedang memandang keluar jendela.
          
         “ ada baju di belakang jok belakang kamu.” Kata Gilang masih fokus menyetir. Alzura langsung menoleh. Tidak mengerti apa yang gilang bicarakan.
         
         “trus buat apa?”
         
         “udah basah kuyup keringatan gitu masih mau pakai baju biru itu?”

“oohh.” Kata Alzura langsung menuju jok belakang dan dia hanya menemukan kemeja putih garis-garis hitam.

“Lang, adanya kemeja.” Kata Alzura sambil memegang kemeja itu sambil menunjukannya ke gilang.

“gag ada kaos? Warna hitam.”

“gag ada lang. Cuma ada kemeja ini.” Gilang pun langsung berpikir. Mungkin kaos-kaos yang ia letakkan di situ sudah di bawa mamanya ke koper.

“yaudah pakai itu aja.”

“gw ganti baju disini nih lang?”

“kita gag bisa berhenti. Ini jalan tol. Lagian juga kamu pikir aku bakal ngliat kamu?gag mungkin.” Kata-kata gilang yang terakhir itu sangat pelan tapi Alzura masih bisa mendengarnya.
Alzura pun langsung melepaskan kaos birunya. Dan membuka kancing kemeja itu. Lalu memakai kemeja itu. Gilang berusaha tidak melihat alzura lewat kaca spion. Tapi matanya tidak bisa diajak kompromi. Gilang pun melihat alzura sedang menunduk mengancingi kemeja putih itu. Lalu fokus lagi kedepan. Kemeja yang Alzura pakai sangat kebesaran.lengannya yang kepanjangan. Tapi tidak ia lipat. Alzura kembali lagi ke jok depan. Alzura yang kedinginan itu mengangkat kakinya ke atas jok. Memeluk lututnya sambil memandang hujan yang makin lama makin deras.
Jalanan menuju puncak sangat macet pada jam sore begini. Gilang melihat alzura yang sudah tertidur lelap disampingnya. Sangat tenang dan damai. Tanpa beban sedikit pun. Gilang mengambil Handphonenya di kantong celana. Bersamaan dengan itu mamanya menelponya.

“ia mah?”

“kamu dimana lang? Koq jam segini belum pulang?” kata mamanya dengan nada khawatir.

“bentar lagi nyampe mah. Gilang lagi kejebak macet.”

“yaudah, hati-hati di jalan ya Gilang.” Terdengar suara ramai-ramai di teleponnya.

“iya mah.”

“eh-eh lang. Alzura mana?”

“kirain ada pa mah. Alzura tidur.”

“ya udah, nyetirnya hati-hati lang. Jalanan licin.”

“hmmm..” gilang menutup teleponnya.
Alzura tidak sadar kalau jalanan sudah menuju puncak. Hampir sampai ke villa milik kakaknya om ardi.tante Agustin. Sampai di depan halaman villa itu Alzura pun langsung benar-benar terbangun. Ia menenteng sepatu sendalnya sambil membuka pintu mobil. Dengan jalan sempoyongan, Alzura berjalan menuju villa itu. Tante Ardi keluar dari villa dan melihat Alzura yang sempoyongan itu langsung menuntunnya menuju kamar Alzura.

“Al, kamu sakit ya?” tanya tante Ardi sambil meletakkan teh hangat di atas meja kecil di samping tempat tidur Alzura.

“nggak tante. Paling Cuma kecapekan sedikit.”

“yaudah, kamu minum dulu obatnya baru tidur. kalau perlu apa-apa panggil tante saja ya Al.”

“iya tante makasih.”

“sama-sama.”

Amy Baidi

My name is Ummi Santria, I'm full time teacher and part time blogger who lived in Yogyakarta. I try to stay close to what keeps I feeling alive

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thanks for stopping by